“Urip Iku Mung Mampir Ngombe”
Ungkapan "Urip iku mung mampir ngombe" cukup dikenal di kalangan
orang-orang Jawa dahulu. Seorang rekan yang kebetulan seorang
pendeta menceritakan asal-usul ungkapan itu:
"Pepatah ini sudah sangat tua ada di masyarakat Jawa. Ketika pepatah ini muncul dulu, relasi inter anggota masyarakat Jawa sangat terbuka dan akrab. Setiap rumah pasti menyiapkan kendhi atau teko tanah tempat air minum dan ditempatkan di depan rumah dekat jalan. Setiap orang yang lewat di jalan situ boleh minum dari air itu sepuasnya. Tuan rumah akan memeriksa kendhi itu secara berkala. Kalau air di dalamnya habis, ia akan segera mengisinya. Yang sedang berjalan tidak perlu repot harus bertamu, yang punya rumah juga tidak perlu repot menyiapkan tamunya. Nah, meminum air dari kendhikendhi di pinggir jalan itulah yang disebut mampir ngombe (mampir minum)."1
Tentu ada berbagai pemaknaan yang mungkin atas ungkapan
tersebut:
a. Pemaknaan literal: jika hidup hanya untuk minum-minum
(alkohol), jadinya ya bisa kena kanker liver,
b. pemaknaan kiasan: hidup ini hanya singkat dan sangat sementara,
seperti mampir minum saja.2
c. Pemaknaan dari sudut budaya keramahan: hidup yang singkat ini
bukan milik kita, kita hanyalah orang yang mampir menikmati
kebaikan cuma-cuma dari Sang Tuan Rumah dan Pemilik hidup,
yakni Tuhan Yang Maha Esa.
DOI: https://doi.org/10.54345/jta.v1i1
Published: 2021-11-09